Teori
Imperialisme budaya pertama kali
dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Tulisan pertama Schiller yang
dijadikan dasar bagi munculnya teori ini adalah Communication and Cultural Domination. Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa negara Barat
mendominasi media di seluruh dunia ini. Ini berarti pula, media massa negara
Barat juga mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya, media Barat
mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga.
Media Barat sangat mengesankan bagi media di dunia
ketiga. Sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut.
Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara
berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di
negara ketiga. Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa
di dunia ini, seperti film, berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa mereka
bisa mendominasi seperti itu? Pertama, mereka mempunyai uang. Dengan uang mereka akan bisa berbuat apa
saja untuk memproduksi berbagai ragam sajian yang dibutuhkan media massa.
Kedua, mereka mempunyai teknologi. Dengan teknologi modern yang mereka punyai
memungkinkan sajian media massa diproduksi secara lebih baik, meyakinkan dan
“seolah nyata”.
Imperialisme budaya menempatkan media -televisi,
radio, jurnalisme, periklanan- diatas segalanya. walaupun media secara
analistis terpisah dari segala aspek budaya, namun dapat terlihat dengan jelas
bahwa media dan budaya memiliki koneksi yang sangat dekat dengan berbagai
aspek lain yang mengkaji tentang kehidupan manusia. Yang dialami orang-orang
terhadap pengaruh televisi misalnya, seringkali menimbulkan efek mediasi yang
bermakna.
Contoh kasus
Beberapa tayangan Tv merupakan pengadopsian dari
program acara tv dibarat kita lihat saja beberapa program games seperti mission
X di trans tv ynyang mengambil konsep acara dari program tv di amerika.
Kejahatan
Telematika Sebagai Kejahatan Transnasional
Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang tidak
hanya sifatnya lintas batas Negara, tetapi termasuk juga kejahatan yang
dilakukan di suatu Negara, tetapi berakibatfatal bagi Negara lain. Contoh kejahatan transnasional
ini adalah human trafficking ,penyelundupan
orang, narkotika, atau teroris internasional. Saat ini, beberapa Negara mengkategorikan kejahatan telematika sebagai
kejahatan transnasional, karenatindakannya
bisa dilakukan di Negara B, oleh warga Negara A, tetapi korbannya ada diNegara
C.
Dalam tatanan teknologi, sifat kegiatan telematika adalah borderless
atau lintas batasnegara. Dimensi
transnasional yang melekat pada teknologi telematika ini sangat menguntungkan
pelaku kejahatan. Pelaku kejahatan dapat melakukan kejahatannya padakorban di negara manapun korban berada. Korban
kejahatan telematika tidak terbatas pada individu, tetapi juga
organisasi atau perusahaan bahkan negara secara keseluruhan.Keuntungan yang
lain bagi pelaku kejahatan telematika adalah disparitas aturan berkaitan dengan
kejahatan telematika di setiap negara. Bahkan masih banyak negara yang belum memiliki hukum yang mengatur khusus mengenai
kejahatan telematika. Hal ini tentu memudahkan pelaku kejahatan telematika bisa
dengan leluasa melakukan aktifitasnya tanpa terjerat hokum
Contoh Kasus
Pada tahun 1995, Julio Cesar Ardita, seorang
mahasiswa dari Argentina berhasilmenyusup dan mengganti (cracking )
data sistem yang ada di Fakultas Arts and Science Universitas Harvard,
Departemen Pertahanan Amerika, the US Naval
Command, the SanDiego-based
Control and Ocean Surveillance Center , dan beberapa organisasi vital di
Amerika.Sayangnya, Hukum Argentina tidak mengatur
tindakan Ardita sebagai kejahatan.Meskipun begitu, mengingat kerugian yang
diderita oleh Pemerintah Amerika, pada akhirnya Julio Cesar Ardita
menyerahkan diri dengan sukarela kepada FBI.
Referensi
Theories of
Human Communication, Little Jhon and Karen A. Fossnurudin.staff.umm.ac.id/category/teori-komunikasi -massa/
https://www.academia.edu/6415490/Imperialisme_budaya
0 comments:
Post a Comment